Beranda | Artikel
Definisi Sunnah dan Bidah
Selasa, 23 Maret 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Definisi Sunnah dan Bid’ah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 1 Sya’ban 1442 H / 15 Maret 2021 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Definisi Sunnah dan Bid’ah

Ibnul Jauzi berkata bahwa sunnah secara bahasa adalah الطريق (jalan). Dan tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang mengikuti riwayat dan atsar/jejak langkah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan juga jejak langkah sahabat-sahabat beliau, mereka adalah Ahlus Sunnah.

Mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas Islam yang murni, sebelum muncul bid’ah-bid’ah di dalam agama. Itulah para sahabat Nabi yang mulia. Seperti yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud ketika ditanya tentang Shirathal Mustaqim, beliau menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah meletakkan kami di pangkal jalan itu dan ujungnya adalah surga.”

Maka bagi yang ingin berjalan di atas sunnah, wajib mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh generasi-generasi sebelum kita. Karena tidak ada yang baru di dalam agama, semuanya sudah dijelaskan dan disampaikan oleh Nabi dan diamalkan oleh para sahabat yang mulia. Tidak tersisa satupun perkara agama melainkan sudah dijelaskan secara terperinci oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sesungguhnya perkara-perkara baru dan bid’ah di dalam agama terjadi setelah sepeninggal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat-sahabat beliau. Kita tahu seperti bid’ah Qadariyah yang muncul di akhir zaman shahabat Radhiyallahu ‘Anhum, demikian pula bid’ah-bid’ah yang lain.

Adapun bid’ah adalah satu ungkapan tentang satu amalan yang dinisbatkan kepada gama yang belum ada kemudian diada-adakan. Boleh dikatakan ini sebagai sebuah kreasi baru di dalam agama, menambah-nambahi sesuatu yang belum ada sebelumnya.

Mayoritas perkara-perkara bid’ah ini bertabrakan dan bertentangan dengan syariat. Karena konsekuensinya adalah terjadinya penambahan atau pengurangan terhadap syariat. Maka Ibnu Abbas mengatakan bahwa tidaklah dibuat suatu bid’ah melainkan terangkat darinya sebuah sunnah semisalnya. Karena antara sunnah dan bid’ah tidak akan bertemu selama-lamanya.

Seperti yang diriwayatkan juga dari Imam Malik Rahimahullah, bahwasanya ia berkata:

من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة ، فقد زعم أن محمدا صلى الله عليه وسلم خان الرسالة

“Barangsiapa melakukan suatu perkara yang baru dalam Islam dan dia memandangnya baik, maka sungguh dia telah mengklaim bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengkhianati risalah yang Allah amanahkan kepada beliau.”

Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menjalankan perintah Allah ini:

بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ

Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka engkau belum menunaikan risalah Allah tersebut.” (QS. Al-Maidah[5]: 67)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah meninggalkan dunia ini melainkan telah menunaikan semua amanah. Kalaulah di dalam urusan-urusan dunia saja beliau dikenal oleh kawan dan lawan dengan amanah, bagaimana dengan berita-berita langit?

Maka kalau ada yang melakukan satu bid’ah di dalam agama yang menandingi syariat yang tidak beliau ajarkan, maka seolah-olah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembunyikan sesuatu yang belum disampaikan/dijelaskan. Ini adalah suatu hal yang tidak mungkin. Mustahil Nabi menyembunyikan sesuatu yang dititipkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau untuk disampaikan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan telah Aku sempurnakan nikmatKu atas kamu, dan Aku ridhai Islam sebagai agama kamu.” (QS. Al-Maidah[5]: 3)

Agama telah sempurna 15 abad yang lalu, tidak perlu penambahan dan pengurangan lagi, kewajiban kita adalah ittiba’ (mengikuti sunnah).

Kemudian Imam Malik melanjutkan perkataannya:

فما لم يكن يومئذ دينا لا يكون اليوم دينا

“Apa-apa yang bukan agama pada hari itu (pada masa Nabi), maka bukan juga agama pada hari ini.”

Jadi jelas dari penegasan Imam Malik tersebut bahwa syariat itu datang sempurna, tidak perlu kepada penambahan dan pengurangan. Kewajiban kita adalah memahami syariat tersebut dengan pemahaman yang benar, kemudian berusaha untuk mengamalkannya.

Dan jika diadakan sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariat dan tidak berkonsekuensi adanya penambahan atau pengurangan atas syariat, maka ulama Salaf memakruhkan/membenci perkara seperti itu. Mereka dulu menjauhkan dan menjaga dari semua perkara yang diada-adakan walaupun ia perkara yang mubah. Hal ini untuk menjaga perkara yang asli, yaitu ittiba’ mengikuti syariat seperti yang digariskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan diamalkan oleh para sahabat-sahabat yang mulia.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49988-defenisi-sunnah-dan-bidah/